Senin, 14 Oktober 2013

Waduuuuuh Gagal Lagi di ICAO

Jakarta - Semua sudah tahu bahwa Indonesia kembali gagal untuk duduk di Dewan (Council) Part 3 dari International Civil Aviation Organization (ICAO) pada sidang ke-38 yang berlangsung pada 24 September 2013-4 Oktober 2013 di Montreal, Kanada. Perjuangan Indonesia sudah dilakukan semenjak awal tahun 2000. Pencalonan Indonesia gagal terus pada beberapa sidang tiga tahunan ICAO, yaitu Sidang tahun 2004, 2007, dan 2013 (tahun 2010 Indonesia tidak mencalonkan diri jadi anggota Council).

ICAO sebagai Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yang merupakan sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melaksanakan pengembangan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara internasional, membantu perkembangan perencanaan angkutan udara internasional serta merupakan kiblat dari semua organisasi penerbangan Internasional.

Alasan Indonesia ingin kembali menjadi Council ICAO Part 3, setelah keluar saat ada krisis keuangan di Indonesia, adalah supaya bisa berperan lebih aktif dan dapat berkontribusi dalam penyusunan kebijakan penerbangan sipil internasional yang menjadi acuan seluruh dunia. Dengan menjadi Council, Indonesia akan mempunyai peran besar dalam mengusulkan sebuah kebijakan yang juga akan bermanfaat bagi industri penerbangan nasional. 

Sayang Indonesia kurang serius, sehingga dalam 3 kali sidang gagal terus. Regulator penerbangan Indonesia tidak pernah mau belajar dari kesalahan. Dibukanya kembali perwakilan Indonesia di ICAO tahun 2011 seharusnya kekuatan dan strategi lobi Indonesia menguat. Keangkuhan sektoral Kementrian Perhubungan menurut saya menjadi kunci kegagalan Indonesia di ICAO.

Strategi Perang yang Lemah 

Bagi Indonesia, kembali menjadi anggota Dewan (Council) ICAO Part 3 hukumnya wajib. Sehingga untuk menuju kesana, Pemerintah seharusnya benar-benar fokus dan all out. DJU sebagai regulator teknis sektor penerbangan dan Direktorat Jenderal Multilateral (Ditmul) Kementerian Luar Negeri, sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap perundingan dalam kerangka kerjasama multilateral harusnya sejak awal saling mengisi dalam multilateral lobi jauh sebelum sidang berlangsung.

0 komentar:

Posting Komentar